OpiniRokan Hulu

Suku Melayu Rantau Kasai Gerakkan 300 Orang untuk Perawatan Lahan di PT Torganda

17
×

Suku Melayu Rantau Kasai Gerakkan 300 Orang untuk Perawatan Lahan di PT Torganda

Sebarkan artikel ini

RANTAU KASAI(ROHUL), Gadabajranews.com – Aksi penguasaan lahan ulayat masyarakat adat Suku Melayu Rantau Kasai di kawasan perkebunan PT Torganda kembali digelar pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Sekitar 300 orang anak kemenakan dari Suku Melayu Rantau Kasai turun ke lokasi untuk melakukan perawatan kebun kelapa sawit.

Apri Nando, SH, salah satu koordinator lapangan kegiatan ini, menegaskan bahwa sebelum pelaksanaan aksi, pihaknya telah melayangkan surat pemberitahuan kepada PT Torganda, dengan tembusan ke Kapolres, DPRD, LAM Rohul, dan BPN.

“Kegiatan ini merupakan salah satu tahapan dalam proses penguasaan kembali lahan ulayat masyarakat adat Suku Melayu Rantau Kasai, yang selama 30 tahun ini dikuasai PT Torganda tanpa memberikan hak-hak masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Apri Nando, SH.

Ia menambahkan, aksi perawatan lahan seluas 3.300,72 hektare ini dilakukan sebagai langkah awal sebelum dilakukan pemanenan.

Kegiatan masyarakat adat ini turut disaksikan oleh perwakilan perusahaan. Aksi akan berlangsung selama tujuh hari ke depan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan panen.

Koordinator lainnya, Rahmad, SH, menyatakan bahwa aksi ini bukan tindakan gegabah atau spontan, melainkan telah dilaksanakan sesuai prosedur.

“Kami sudah berulang kali menyurati perusahaan dan menyampaikan tembusan kepada pihak terkait. Jangan ada yang menilai aksi ini tidak berdasar atau ditunggangi pihak tertentu. Kami hanya menuntut hak kami yang selama ini belum ditunaikan oleh PT Torganda,” tegas Rahmad.

Sementara itu, Tomy Brian, S.Si, memaparkan alasan utama masyarakat adat melakukan aksi tersebut, antara lain:

  1. Tidak adanya bukti pelepasan hak tanah ulayat secara sah dari masyarakat adat Rantau Kasai kepada PT Torganda.

  2. Sejak sekitar tahun 1993, PT Torganda mengelola lahan tanpa memberikan kompensasi yang layak kepada pemilik hak ulayat.

  3. Perusahaan tidak melibatkan masyarakat adat dalam perencanaan, pengelolaan, maupun pembagian hasil.

  4. Tidak ada transparansi dalam legalitas penguasaan lahan, termasuk status Hak Guna Usaha (HGU) yang sah dan bebas konflik.

  5. Diduga terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, khususnya Pasal 3 yang mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat.

  6. Dugaan pelanggaran prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) yang merupakan prinsip internasional dalam pengelolaan wilayah adat.

“Kami tegaskan, masyarakat adat Rantau Kasai tetap berkomitmen menempuh jalur hukum, adat, dan damai. Namun, kami tidak akan tinggal diam terhadap perampasan hak yang telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun,” ujar Tomy.

Aksi ini juga merupakan upaya mencegah pengambilalihan hak masyarakat adat oleh pihak lain. Berdasarkan informasi yang beredar, pihak perusahaan disebut-sebut akan mengalihkan pengelolaan lahan ke perusahaan keluarga PT Torganda melalui kerja sama operasional (KSO) dengan nama berbeda.

“Informasi yang kami peroleh menyebutkan bahwa lahan ini akan dikelola kembali oleh perusahaan keluarga PT Torganda, meskipun dengan nama berbeda. Hal ini terlihat dari kedekatan antara tim PKH dengan Sabar Ganda Sitorus dari pihak perusahaan. Kami menolak tanah ulayat adat kami dikuasai tanpa mengindahkan semangat UUD 1945, khususnya Pasal 18 dan 28B,” pungkas Tomy.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *